Itulah kata yang sering aku dengar dari Bagus, sang pakar batik, saat ngajarin para muridnya pertama kali belajar membatik. "Jangan takut salah, karena dalam seni tidak ada yang salah".... huhuhuhu... bijak banget nggak seh :P
Dan memang sebenarnya kalo dipikir-pikir tidak ada penilaian benar dan salah kan dalam seni, karena setiap orang bebas berekspresi. Yang ada hanyalah disukai atau tidak disukai oleh orang lain.
Tapi lalu bagaimana kalau ada karya seni yang tidak bisa dilihat hanya dalam konteks seni? ....
Pertanyaan ini muncul setelah akhir minggu kemaren aku ikutan dalam acara diskusi buku Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Secara umum banyak yang memuji novel tersebut. Tapi banyak yang mengembel2i pujiannya dengan kritikan. Banyak yang mempertanyakan sejumlah bagian dalam novel yang jika dipikir2 terasa tidak logis alur ceritanya.
Andrea Hirata berterima kasih atas semua kritik itu, dan mengakui ketidak-telitiannya dalam menulis. Namun saat ditanya apakah ia akan merevisi novelnya?... dengan tegas dia bilang: "TIDAK". Dia menginginkan novel itu tetap seperti apa adanya sekarang, agar orang tahu bahwa dalam usahanya menghasilkan sebuah karya, dia berproses dan menjadi lebih matang dengan melakukan kesalahan2. Dan itulah karya otentik yang telah ia buat.
Yah, dalam hal sebuah karya seni berupa novel yang kisahnya bukan kisah absurd atau surealis, mau nggak mau akan ada penilaian dari segi logika yang sesuai dengan realitas. Review2 yang selama ini aku tulis, juga sering menyoroti soal logika cerita. Kalo nggak masuk akal bakal aku serang habis2an :D
Tapi entah kenapa, saat membaca Sang Pemimpi, aku rasanya hanyut dan terhipnotis oleh emosi setiap kisahnya. Detil dan logika cerita yang nggak nyambung dan banyak dikritik orang sama sekali tidak aku pedulikan. Aku baru sadar adanya ketidaklogisan itu saat mendengar orang lain mengulasnya. Dan aku nyaris berkata: "ah, sudahlah... itu nggak terlalu penting kan? Nikmati sajalah keindahan ceritanya...".
Padahal di review untuk Laskar Pelangi, aku begitu bawel menguliti satu demi satu ketidak-logisan dari cerita yang ditulis Andrea Hirata. Dan sampai sekarang tetep nggak rela kalau Laskar Pelangi dipuji2 terlalu tinggi :P
Entahlah, kenapa bisa timbul standar ganda gini ya?
...... *bingung*
10 comments:
cerita lebih lengkap dong Q, apa aja kritik untuk Sang Pemimpi? Perca juga bikin, tapi juga belum nyebut2 apa aja sih kecerewetan para pembaca buku Andrea.
aku jarang memakai logika kalau baca buku :D
kalau nggak menarik menurutku, ya di skip aja, atau dilempar ke sudut kamar *dejavu* :P
buntut2nya ngreview lg nih, versi singkat hihihihih..
betul dan setuju..
dalam seni itu tidak ada yg salah..
soal suka atau tidak suka, seniman tidak harus dan tidak mungkin 'menyenangkan' semua orang kan..?
iya juga ya *melihat postingan si ji ro lu di atas* Q ini gak bisa dilepasin dari review buku :D posting yang ini mestinya di blog mu yang satunya lagi
iya nikmatin aja keindahan cerita yang disajikan penulisnya. AKu suka laskar pelangi...karena aku bisa merasakan keberadaanku di sana dan ngerasa alurnya logis, meski aku juga baca resensimu yang menguliti ke tidak logisannya.
Setujuh ama Q. Soal detail atau peristiwa sejarah yang di sebut dalam buku, menurut gw nggak terlalu penting untuk di kritik. Asal jalan ceritanya bagus, membuat gw terpaku dan tidak mau lepas sebelum abis dibaca, that's a good book. Dan yang paling gw senang, gw dapet tanda tangan Andrea Hirata ... hip hip hurray, sayang buku laskar pelanginya belum beli ... hiks hiks hiks
[t]uuuhh kannnn????
kalo aku bikin batik dengan motif wanita berekor ikan tanpa penutup dada, dengan bangga & sangat detail sekali kuperlihatkan nip***s-nya GAK SALAH dunk...
kamu kok sukanya protes aja, wheks ;-p
kmaren ultah ya pak? kok gak bilang2 sih... syelamat yaa... crup crup...
hahahahaha
pakde Q kan kata orang nya kaga ada mabusia yang sama 100% maka kita kudu belajar jadi yah gitu!. baik buat pakde q belum tentu baik buat nabil!!! dst lah
@mina, kritik buat SP nggak sebanyak buat LP sih. baca2 aja di review2 yang ada.
@jirolu, blog sebelah khusus buat review buku. yg ini kan hasil datang diskusi bukan review bukunya secara langsung.
@imgar, seni emang gak bisa salah, tapi soal persepsi juga hak dari masing2 penikmat seni kan? :)
@dq, lo bebas kok bikin karya apapun. Tapi gw juga bebas dong mo kasi komentar apa pun :P
Post a Comment